[PRE-RP] The connection between us

"Huaaaaammmm...." Akira menguap lebar saat dia keluar dari kantornya yang ada di lab kimia. Bel pulang sudah dibunyikan, waktunya kembali ke rumah sendiri. Tapi, Akira baru ingat, dia sekarang harus stand by di sekolah sampai malam untuk patroli. Dia tidak mengerti kenapa Mr. Fellini menyuruhnya patroli, dia kan bukan satpam. Pernah sekali Akira mengajukan pertanyaan itu, jawabannya: "Untuk memastikan tidak ada murid yang berbuat macam-macam sepulang sekolah." alasan klasik.

Akira menghentikan langkahnya dan melihat keluar jendela, tepatnya melihat ke pohon yang ada di bawah sana. Dia melihat sosok Selene. Nona besar yang kesepian menurutnya. Dia tidak bisa menghampiri, hanya bisa melihatnya dari sini.

"Haaah... kucing kecil yang malang..."

Vanessa masih hilir mudik di sekitar sekolah. Dia masih harus menyelesaikan masalahnya: mencari selene. dia harus bertemu sang-murid-teladan-anak-kepala-sekolah itu untuk memberikan buku catatannya yang tadinya ada di meja Vanessa.

Vanessa berkeliling, sampai dia menemukan gadis itu sedang dibawah pohon, sendiri.

agak mengherankan juga melihat gadis itu selalu sendiri, mengingat dia itu siswi teladan dan anak kepala sekolah, harusnya dia akrab dengan banyak orang.

tapi toh, yang penting dia tidak bermasalah. mungkin dia memang lebih ingin sendirian.

Vanessa mencoba memanggilnya, "selene? ini bukumu, sudah kutemukan" katanya

"Oh... terima kasih...pantas tidak ada di tasku..." Selene mengambil buku itu saat vanessa menghampirinya.

Selene kembali duduk di bawah pohon dan membaca buku lagi. Vanessa juga masih ada di situ sepertinya. Saat akan bertanya pada Vanessa lagi, dia tidak sengaja melihat Akira yang sedang memperhatikan di jendela.

"Mr. Mizushima, apa ada yang aneh di bawah sini sampai2 kau tidak beranjak dari jendela itu?" Tanya Selene langsung.

Akira langsung berdiri dan menghilang dari jendela itu.

"Orang aneh..."

vanessa terduduk di bawah pohon dekat Selene. bukan apa-apa, hanya saja capek memburu gadis itu dari tadi (uda nyarinya lari-lari, pake acara kepeleset terus diketawain anak-anak jurusan umum lagi)

setelah terduduk, dia seakan merogoh sesuatu di kantongnya. ketika dia mengeluarkan 2 permen lolipop dari sakunya, dia melihat Selene memanggil Mizushima.

Mizushima...guru juga ya?? rasanya aku pernah melihatnya..

namun Mizushima yang dimaksud tidak terlihat menjawab pertanyaan selene. merasa kasihan, dia menawarkan satu permennya ke Selene. "kamu mau?" tanyanya.

Akira langsung turun begitu mendapat respon dari Selene. Akhirnya dia sampai juga di tempat gadis itu. Tapi, ternyata dia tidak sendirian, ada seseorang di sampingnya. Seingat Akira dia itu guru jurusan Astronomi. Mungkin Akira tidak mengenalnya terlalu dekat karena dia hanya mengajar dua kelas di jurusan Astronomi.

"Oh, ternyata ada nona Vanessa di sini." Akira langsung mengambil permen yg ditawarkan pada selene dan tersenyum lebar. Dia mengambilnya karena selene terlihat tidak tertarik dengan permen itu.

"Wah... kukira nona Fellini sudah pulang ke rumah. Ternyata masih ada di sini." Akira mulai menggoda Selene. Tapi sepertinya akan gagal, jadi dia memutuskan untuk menggoda Vanessa.

"Jadi... kamu guru dari jurusan Astronomi kan? Melihat ekspresimu, sepertinya kamu tidak mengenalku."

"tahu muka, kenal tidak...HEI! itu permennya Selene!" Kata vanessa ketika permen ditangannya diambil oleh orang aneh itu.

ni orang aneh..sikapnya aneh, RAMBUTNYA biru...dicat?aneh

vanessa memakan lolipopnya sambil melirik orang itu sekilas. bukannya apa-apa, hanya saja Vanessa heran dengan sikap orang itu.

"Biar saja, aku memang tidak mau permennya kok." Selene menutup bukunya lalu membereskan barang2 yang dibawanya. Dia mulai merasa terganggu.

"Di sini berisik sekali. Aku pulang saja. Sampai jumpa." Selene bangkit dari tempat duduknya. Dia pun melangkah pergi melewati kedua guru itu dengan santainya, seakan-akan mereka seumuran saja.

"Ah, Mr. Mizushima, bukannya kau harus berpatroli ya? fufu... selamat menjalankan tugas. Oh, mungkin miss Vanessa mau menemanimu berpatroli." Selene tersenyum simpul dan pergi begitu saja. Di ujung matanya, terlihat Mizushima ingin menyusulnya dan mungkin akan menawarkannya untuk diantar pulang, makanya Selene mengatakan kalau dia sedang patroli agar tidak diikuti Mizushima.

Sesampainya di kelas, Selene menghela nafas panjang kemudian memasukan buku-buku itu ke tas-nya dan dia langsung pulang ke asrama.

Tepat saat itu, Prestious baru saja tiba ketika Selene beranjak pergi menuju asramanya. Prestious memperhatikan gadis itu untuk beberapa saat, hingga ia menghilang dari pandangannya, ia lalu beranjak menuju tempat rekan-rekan kerjanya.

"Ah, hai, semua." sapanya pelan pada mereka, ia menggaruk-garuk kepalanya dan menyibakkan rambutnya yang cukup tebal.

"Ada apa dengan nona Fellini...?" tanyanya tanpa basa-basi, ia agaknya khawatir dengan keadaan gadis itu.

"Guru dari Kejuruan?" tanyanya lagi pada Vanessa sebelum pertanyaan pertamanya terjawab.

"Jarang melihatmu." lanjutnya lagi.

"Oh, hai kak--memanggil kakak pada prestious karena lebih tua--" Akira menyapa.

"Sepertinya nona muda itu merasa terganggu saat sedang asyik membaca buku di sini. dan, oh, nona Vanessa ke sini karena mengembalikan buku catatan milik nona Fellini." Akira menjelaskan situasi saat ini. Tak bisa dipungkiri Selene merasa kesal karena dia membuat gaduh di dekatnya.

"Kenapa belum pulang, Kak? masih ada yang harus diurus? atau dapat giliran jadi guru piket?" Akira bertanya pada Prestious. Sekedar basa-basi.

"Begitulah, ada beberapa murid yang harus diurus, katanya, mereka membuat onar." jawab Prestious seraya tersenyum masam.

"Kau sendiri kenapa belum pulang, Akira?" tanyanya pelan.

Ia melihat lagi ke arah lorong tempat Selene tadi pergi.

"Aku memang DITUGASKAN untuk selalu berpatroli sepulang sekolah." jawab Akira dengan penekanan.

"Pasti Trio itu ya yang berbuat onar? atau mungkin tuan ketua OSIS kita?" Akira coba menebak siapa yang berbuat onar kali ini. Biasanya pembuat onar adalah mereka.

"Ah, nanti malam aku juga harus patroli di Asrama siswa, kau mau ikut kak?" Akira menawarkan. dia malas kalau harus jaga malam sendirian. Alasan lainnya agar dia bisa tidur selagi ada yg menggantikan tugasnya beberapa jam saja.

"Ya, mereka bertiga, sudah biasa, ya? Hmp" Prestious tertawa sebentar, lalu mengangguk.

"Baiklah, aku akan ikut patroli di Asrama siswa nanti malam, tapi sekarang, aku harus pergi ke kantor dulu, aku permisi." Prestious menunduk, lalu beranjak menuju kantornya sendiri.

"Ah iya, Vanessa, aku pamit dulu."

Selene kembali ke sekolah dengan langkah yang dihentantakkan. Dia harus menemui wakil kepala sekolah di kantor guru. Ini perintah ayahnya. Hanya untuk menyampaikan selembar memo berisi: Besok akan rapat jadi dilaksanakan jam 10 pagi. Padahal dia ingin sekali beristirahat di kamarnya.

Dalam waktu lima menit saja Selene sudah sampai di hadapan wakil kepala sekolah dan menyerahkan memo itu padanya. yang membuat selene malas berurusan dengan wakasek adalah; pria ini akan terus berterima kasih dan menanyakan kabar atau hal-hal sepele lainnya pada Selene.

ketika pria paruh baya itu berkicau, Selene langsung menghentikannya,"Permisi pak, saya harus kembali ke asrama."

Ketika Selene merasa bebas dan senang karena dapat kembali ke kamarnya, tiba-tiba salah satu anggota OSIS jurusan Astronomi datang dan menyerahkan selembar kertas yang harus ditandatanganinya juga oleh pengelola ruang no 12. Sialnya anak itu tidak bisa menemui tuan pengelola karena dia harus segera pulang, ibunya sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Selene tidak tega melihatnya jadi menyuruhnya pulang dan mengambil alih tugas itu.

Secara kebetulan, dia melihat orang yang dicari-cari olehnya.
"Mr. Fohn, tolong tandatangani surat ini. Kami berniat meminjam ruangan no. 12 untuk rapat bulanan kami."

Sepi dan sendiri, mungkin itulah yang kini sedang dialami oleh salah seorang siswi Ouranus Academy jurusan astronomi itu. Ia kini sedang membaca sebuah buku di sebuah pojokan kelas. Ia tertawa sendiri, mungkin karena buku yang dibacanya menawarkan sebuah humor--entahlah.

"This is so funny." ucapnya pelan ketika ia menutup bukunya.

Julie lalu berjalan keluar dari kelas untuk segera kembali ke asramanya sambil bersiul sejenak. Ia senang karena ia baru saja menyelesaikan buku 700 halaman yang baru beberapa jam yang lalu dibelinya. Ia tertawa karena akhir dari buku itu sesuai dengan perkiraannya. Dan setelahnya ia akan menulis resensi dari buku yang baru saja ia baca di laptopnya.

Namun siulannya berhenti ketika ia melihat seorang gadis dengan rambutnya yang diikat. Julie mengenal gadis itu, namanya Selene, namun ia yakin bahwa Selene tak mungkin mengenalnya. Ia lalu segera menundukkan kepalanya dan berjalan melewati gadis itu, berusaha untuk tak teridentifikasi.

Selene melihat seorang siswi Astronomi berjalan melewatinya. Perhatiannya yang terpusat pada tanda tangan Prestious kini teralih pada gadis itu. Rasanya dia kenal dengan wajah itu, wajah yang familiar tapi juga membuatnya sebal. Menjadi ketua OSIS membuatnya bertemu banyak orang tapi juga membuatnya dengan mudah melupakan orang.

"hei, kau, tunggu. Kau siswi jurusan Astronomi kan? kau tidak ikut kegiatan klub? kalau tidak ada kegiatan, cepatlah kembali ke asrama." Selene mengingatkannya.

"dan sepertinya... aku pernah bertemu denganmu di suatu tempat. Apa aku mengenalmu?" Selene yakin perrnah melihat wajah itu di suatu tempat.

Spontan, Julie menghentikan langkahnya ketika ia mendengar gadis itu memanggilnya. Ukh, ia ingin lari, tapi kedua kakinya malah melakukan pemberontakan. Ia memeluk erat bukunya. Ia merasa gugup karena baru kali ini dirinya diingatkan oleh seseorang kalangan atas seperti Selene. Ia lalu menoleh pada gadis itu dan mengangguk.

"Ba-Baik..." ucapnya dengan logat Amerikanya yang kental.

Selene kemudian menanyakan apakah ia mengenalnya. Secara refleks ia menggelengkan wajahnya, masih menunduk. "Ti-tidak..."

Selene langsung menyipitkan pandangannya dan menatap gadis itu.
"Okay..." Selene yakin pernah melihatnya. Diam-diam dia memotret wajah itu dan akan mencarinya nanti. "cepat pulang ke asrama."

Selene kahirnya mengalihkan kembali perhatiannya dan mencari Prestious.
"Mr. Fohn! tanda tangannya!"

"Ah, iya, maaf." Prestious menandatangani surat itu dengan cepat, kurang dari tiga detik.

"Kau tadi terbawa pembicaraan dengan anak itu, Selene..." lanjut Prestious lagi.

"Apa ada hal lain lagi?" tanya Prestious

Julie segera mengangguk mendengar perintah Selene. "Ba-Baik, miss Fellini." ucapnya sebelum ia cepat-cepat melangkahkan kakinya meninggalkan sang ketua OSIS.

Oh, perasaannya kali ini benar-benar campur aduk! Ia merasa gugup, tapi di sisi lain ia merasa sangat senang karena telah berbicara pada ketua OSIS. Apalagi Selene bersikap baik padanya. Sekolah di Jepang memang berbeda dengan Amerika, orang-orangnya baik! pikirnya. Setelah ini, ia bertekad untuk segera menuliskan kejadian hari ini di diary-nya.

Kemudian, ia kembali bersiul saking senangnya.

Selene menatap prestious. "Tidak ada, hanya ingin meminta tanda tangan saja. Kuharap ruangan itu dalam keadaan rapi saat kami gunakan."

"ah, apa kau mengenalnya Mr. Fohn? Rasanya aku tahu wajah itu, tapi langsung membuatku sebal. Siapa tahu dia salah satu murid di kelasmu." Selene penasaran juga dengan gadis itu.

"ah..."

vanessa menatap lolipopnya yang sudah habis dia makan dari tadi. bukan lolipopnya saja yang habis. tetapi orang-orang yang dari tadi di sekelilingnya juga sudah tidak ada.

Vanessa bangun dari tempatnya duduk, merogoh kantongnya. sayangnya sudah tidak ada permen lagi di sakunya. "aaah...habis! coba si orang tadi ga ngambil lolipop tadi, aku nggak akan kekurangan permen deh, harusnya aku cari di tas.."

beberapa saat, dia teringat sesuatu.

".....TAS MASIH ADA DI RUANG GURUUUU!!!" teriaknya sambil berlari menuju ruang guru. gimana tidak berlari, matahari mulai terbenam dan sebentar lagi semua ruangan sekolah dikunci.

"hmmm... tas siapa ini? ceroboh sekali sampai meninggalkannya begitu saja... semua guru sudah hampir pulang." Akira yang mengecek kembali ruang guru dan mengambil buku paketnya melihat sebuah tas tergeletak dan membawanya ke luar ruang guru.

Setelah ada di luar, dia pun mempersilahkan petugas untuk mengunci ruang guru. Dia bingung harus dikemankan tas ini.

Dari kejauhan dia melihat ada seseorang yang sedang berlari menuju tempatnya.

Vanessa masih berlari di koridor. samar-samar dia melihat seseorang berambut panjang, entah laki-laki atau perempuan, sedang membawa tasnya. karena pengelihatan jauhnya rusak, dia harus memicingkan mata untuk mencoba mengenali orang yang membawa tasnya itu.

dan sampai akhirnya dia tidak melihat kalau ada sampah plastik yang jatuh dari tongnya, dan diinjak Vanessa...dan...

BRAKK!

Vanessa jatuh dengan suksesnya di depan orang yang membawa tasnya itu. dia bangun mengeluhkan hidungnya yang sakit, lalu bersiap-siap memarahi orang itu.

"KAU! BERANINYA MEMINDAHKAN TAS...hei, kau kan....guru yang tadi? guru rambut daun bawa...ups" Vanessa membekap mulutnya sendiri. hampir saja dia kelewat jujur tentang rambut Akira, yang menurutnya rambutnya mirip warna daun bawang

otaknya rada konslet, efek jatuh, mungkin?

"Ah... nona Vanessa. Tas mu? tertinggal di dalam jadi aku bawakan keluar. Pak petugas mau mengunci ruang guru karena hampir semua guru sudah pulang. Tepatnya guru-guru yang tidak punya ruang kelas sendiri." Akira melihat Vanessa yang jatuh dengan konyolnya di hadapannya.

"Ayo berdiri, nona." Akira mengulurkan tangannya dan tersenyum simpul. Jurus jitunya dihadapan seorang wanita.

Vanessa mencoba berdiri sendiri. namun, sepertinya kakinya keseleo karena jatuh tadi. dia tidak menyambut uluran tangan Akira, karena dia tidak memperhatikan akira yang ingin menolongnya.

"ugh...sakiiit...." katanya sambil bersandar di tembok. dia melepas sepatu hak tingginya dan memegang pergelangan kakinya yang sakit. "uh..oh! tasku.er...namamu tuan ...er...aki....akika?" katanya.